Rabu, 27 November 2013

Masa Setetes Air

Bismillahirrohmaanirrohiim...

"Kalau lagi di mobil mereka suka ngobrol pake bahasa Rusia sih, tapi saya tahu intinya dia ngajak temannya untuk meluk Islam."
"Iya, dia kan sedang di usia mudanya jadi lagi gandrung main-main."
"Tetep aja sih hidayah itu milik Allah".

~~~~
Itulah cuplikan pembicaraan yang tak sengaja saya dengar di kelas. Nyatanya fenomena muda-mudi zaman sekarang yang identik dengan "main-main" adalah hal yang lumrah. Jauh lah dari Usamah ibn Zaid atau Muhammad al Fatih. Tetapi mereka hanya dua diantara banyak tokoh nyata dalam sejarah yang mengukir prestasi di masa muda, bukan spiderman yang tokoh rekaan. Maka dari itu kita punya uswah yang nyata untuk mengisi masa muda kita.

Alkisah tersebutlah seorang pemudi kaya raya, hidupnya berkecukupan, apapun dapat ia peroleh dengan mudah. Namun ada satu yang terlewat dari daftar nikmatnya itu. Entah apa. Hingga suatu hari dia membaca berita yang mempromosikan tur ke negeri "Jamaal". Negeri itu tidak terkontaminasi dengan kebudayaan manapun, tidak berkiblat pada peradaban barat atau eropa. Lebih dari 15 ribu jenis bunga tumbuh disana, beragam warna, bermacam harum, negeri ini terdiri dari beberapa kota yang harus disinggahi sebelum menginjak kaki di kota lainnya.
Maka dengan penuh antusias berangkatlah pemudi ini menuju kota pertama, tiket untuk masuk kesana adalah jawaban dari pertanyaan: "Apa tujuanmu hidup di dunia?"
Jangan sampai kita masih menggalau menjawab pertanyaan ini ya. Syaiton saja sudah punya tujuan yang jelas "Maka kami telah menyesatkan kamu" (as shaafaat: 32)
Di kota kedua dia menemukan -twitter, facebook, tumblr, blogger, whatsap, dll-. "Aduh... di rumah saya juga banyak yang seperti ini mah" gumannya. Menjamurnya sosial media di sekitar kita tentunya mempunyai dampak positif dan negatif. Lantas kita pergunakan bagaimana layanan teknologi yang mudah ini? Lebih banyak kepada kebaikan kah atau justru melalaikan kita dari membaca kalam-Nya atau jika isi dari "rumah-rumah maya" kita justru menjadi pemberat timbangan kita di neraka?
Di kota ketiga dia dapati soal "Dimana hijabmu?". Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Oleh sebab itu Ia berikan hijab bagi setiap makhluk agar is menjadi indah. Terbayangkankah jika kita tidak mempunyai kulit yang berfungsi sebagai hijab? Tidak ada kelopak untuk mata kita? Bahkan buah-buahan pun menghijabi diri dengan kulitnya.
Tetapi manusia istimewa, Allah ciptakan ia dalam rupa yang sebagus-bagusnya, hijab itu tak cukup hanya di kulit tetapi juga pakaian yang menutup aurat. Akibat gigitan pertama buah khuldi Adam dan Hawa seketika terlihat auratnya hingga paniklah mereka mencari dedaunan untuk menutupi aurat mereka. Ada batas dalam aurat, tujuannya bukan untuk mengekang, tetapi menjaga, mengenalkan, mempercantik. Pada dasarnya manusia memiliki potensi baik dan buruk, dan akal lah yang bertugas mengarahkan. Jika si akal berjalan mulus dia tak akan ragu melaksanakan titah Rabb nya. Adapun jika ia tidak menutup auratnya, bisa jadi karena ia belum mengenal Rabb-nya. Ingat, Iffah itu tanda mulianya seorang wanita.
Kota selanjutnya terpampang tulisan "Bagaimana kamu hidup di dunia?"
Dengan apa kita mengisi hari-hari kita? Sudahkah kita merasa setiap saat kita berada dalam pengawasan Allah? Tua atau muda, tak ada jaminan, tidak ada yang tahu kapan jodoh kehidupan itu akan menjemput. Bersiap-siap berbekal diri. Masa di dunia hanya seumur setetes air yang jatuh dari sela-sela jari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar