Kamis, 25 April 2013

ADAPTASINYA AIR



Karena semua macam air itu, yang berperisa manis warna-warni, yang berasa asin di samudera, yang terkubur dalam lapisan tanah, yang mengalir jernih di kelokan hulu sungai adalah sama-sama tumpahan “cumulunimbus”


Air (alma’u; al miyah) menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah benda cair yang biasanya terdapat di sungai, danau, laut, atau sumber lainnya. Air dengan segala kandungan oksigen dan hydrogen di dalamnya sangatlah peka. Kristal air menjadi sangat indah jika dikatakan kebaikan padanya, ungkap hasil penelitian Masaro Emoto. Sebaliknya, ia akan menjadi buruk jika dikatan kata-kata yang buruk kepadanya. Maka, tak heran kekasih kita, Rasulullah menyuruh kita mengucap basmallah dan hamdalah ketika hendak atau setelah makan, mandi, mencuci, membangkitkan energy, mengirigasi sawah, dan segala jenis kegiatan lain.

Salah satu keunikan air adalah sifatnya yang adaptif. Molekul-molekul air dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan wadah yang menampungnya. Jika kita menuangkan air dalam sebuah gelas maka air itu akan mengikuti bentuk gelas, begitu juga jika kita meletakkannya dalam piring, mangkok, atau wadah lainnya, air akan membentuk serupa wadah yang menampungnya. 

Air yang mengalir adalah sunnatullah yang menakjubkan. Begitu mudahnya ia mengalir hingga mencapai celah-celah  yang sangat kecil. Saat milyaran kubik air laut mengamuk mencapai daratan, tak terhitung berapa kerugian yang diakibatkannya, bangunan-bangunan yang merata dengan tanah, tanaman yang tercerabut dari akarnya, bahkan tak terhitung kerugian materi dan korban jiwa yang direnggutnya. Pun ketika air hanya dengan lembut menyentuh chip komputer atau adonan lelehan cokelat masak, system computer bisa konslet, cokelat cair juga bisa tidak set saat dicetak.

Diluar dari segala peristiwa yang menyakitkan dengar air, yang pastinya diakibatkan oleh tangan jahil manusia sendiri,  air tetaplah sumber kehidupan. 

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (Al Anbiya’ 30)

Sekitar 55-60% tubuh manusia terdiri dari cairan. Dua pertiga permukaan bumi digulung air. Buah tomat mengandung 95% air. Bahkan, jika manusia kehilangan 20% air tubuhnya ia bisa meninggal.

                Bertolak dari salah satu keunikan air yang mudah berdaptasi, terdapat pelajaran yang dapat kita ambil dari salah satu sifat air ini. Bagi sebagian orang yang dapat dengan mudah membangun komunikasi secara interaktif, bukan perkara sulit berbaur dengan lingkungan yang baru. Namun, bagi sebagian orang dengan kecerdasan interpersonal yang rendah, masuk dalam lingkungan baru membutuhkan keberanian yang besar untuk menjalin komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan.

                Seseorang dengan kemampuan adaptasi yang rendah cenderung terkesan pendiam dan menutup diri. Ketika di dalam dirinya dia tengah membangun keberanian untuk sekedar mengungkapkan beberapa kata, kadang di luar, orang lain berasumsi bahwa dia adalah pribadi yang introfent atau sombong. Ketidaksinkronan ini yang kadang menjurangi komunikasi yang seharusnya terjalin. Diantara kedua pihak ini tentunya tidak ada yang bisa dipersalahkan. Pihak luar yang menyimpulkan sifat sombong yang dimiliki si “pendiam” adalah hasil kejujuran penglihatannya. Contohnya, ketika dia mengajak bicara seseorang dengan panjang lebar, eh yang diajak bicara (dengan kecerdasan interpersonal yang rendah) hanya menanggapi engan beberapa kata saja. Atau ketika satu waktu kau bertemu dengan orang-orang baru, namun orang yang kau temui enggan menyapa terlebih dahulu. Cap “sombong” tak jarang melekat secara instan. Ini hanya sedikit fenomena yang ditemui, toh lebih banyak orang-orang dengan pengertian yang tinggi terhadap pribadi yang kurang adaptif.

                Kali ini kita bicara dari sisi orang yang sulit beradaptasi. Banyak penyebab yang melatarbelakangi sikap ini, antara lain: pola asuh sejak kecil, rasa tidak percaya diri terhadap apa yang dimiliki, rasa takut salah dan disalahkan, tidak ingin menjadi pusat perhatian, merasa tidak ada yang bisa ditunjukkan, tidak kreatif, volume suara, kurangnya pengetahuan. Pribadi dengan sifat ini menemukan kesulitan dalam menjaring hubungan. Untuk itu perlu adanya kesadaran diri untuk memperbaiki sifat kurang adaptifnya ini.

                Orang yang kurang adaptif perlu belajar dari air. Air yang dengan mudah menyesuaikan diri dengan tempat yang menampungnya. Posisikan diri sebagai molekul-molekul air yang bergerak bebas kesana-kemari menempati ruang yang dipenuhinya. Air dengan kemampuan adaptasi yang tinggi dapat ditempatkan dengan mudah dimanapun, di dalam gelas, ember, teko, tetapi dia tetap bernama air. cobalah untuk memulai terlebih dahulu, kuatkan hati, kokohkan keberanian, hadapi semua ketakutan dan kekhawatiran, dan bentengi dengan keyakinan. Diantara sekian banyak hal yang harus dimulai, ada satu poin yang perlu digarisbawahi, yaitu: peuhi isi kepala dengan banyak membaca dan bertukar pikiran. Mulailah berbicara dengan orang terdekat. Sedikit demi sedikit kerja paksa itu pasti akan menelurkan hasilnya. Namun, satu hal yang harus menyertai langkah kita adalah perbaiki intensitas hubungan kita dengan Allah. Seperti mengutip tulisan Salim. A. Fillah, hubungan kita dengan sesama manusia berbanding lurus dengan hubungan kita dengan Allah.

                Jadikan diri sebagai pribadi yang hangat dengan mampu beradaptasi dengan lingkungan. Tetapi ingat! Tetap menjadi diri sendiri. Allah karuniakan pendengaran, penglihatan, dan akal budi agar manusia memanfaatkan potensi dirinya untuk berkembang. Selamat beradaptasi, selamat berkomunikasi.