Kamis, 31 Mei 2012

Pagi

pagi menyapa penghuni bumi yang sebagian besar masih berkemul selimut
tapi pagi tak mau tahu... ia tetap memunaikan janjinya
menyapa mata-mata para pemimpi
mengabaikan wajah-wajah kusut masai yang mengumpat betapa cepatnya pagi datang
ia tetap pada janjinya... mengiringi mentari menghangatkan bumi
sesubuh ini
malaikat-malaikat kecil sudah bangun dari peraduannya
menaiki kereta dorong bersama ibunya, berjemur di atas bantal dalam pangkuan ayahnya, atau berseru kecewa saat gerobak tempe berlalu dari halam rumahnya...
sekompi penguasa udara juga mulai mencericau merdu rindu dengan udara pagi
semoga pagi ini mengawal kebaikan

satu pagi di bulan juni

Selasa, 22 Mei 2012

quote

“Lazim sekali seorang petani akan bilang ke anaknya, nak, kau nanti kalau sudah besar jangan jadi petani, tidak bisa kaya. Seorang guru SD bilang ke anaknya, nak, kau nanti jangan jadi guru, hidupnya susah, makan hati pula. Seorang kuli kasar bilang ke anaknya, nak, kau jangan pernah jadi kuli, keringat diperas, gaji tak memadai. Tetapi maksud mereka tidaklah demikian, hakikat sejati pesan itu adalah agar kau jadi lebih baik dalam kehidupan. Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi".


pak Tua @Aku, Kau, dan kota kita

Senin, 21 Mei 2012

Calon Pendidik


Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Banyak lagu yang didedikasikan untuk guru Tidaklah mengherankan, karena posisi guru yang menggantikan orang tua di sekolah, bahkan tak jarang anak-anak lebih manut nasehat gurunya daripada orang tuanya. Profesi guru memang bukan profesi yang banyak memperoleh apresiasi di mata masyarakat. Orang tua mungkin akan lebih senang jika anaknya menjadi dokter, pengusaha, atau insinyur dibandingkan menjadi guru. Namun esensi hakiki dari profesi guru tidaklah semudah apa yang dibayangkan, sekedar masuk ke kelas atau memberi materi pelajaran saja. Guru adalah pendidik yang bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kehidupan di sekolah. Layaknya orang tua tugas guru tak sekedar mentransfer ilmu yang dimilikinya, tetapi juga memupuk nilai-nilai perjuangan, kerja, keras, dan kehidupan yang nantinya akan mengakar kuat dalam diri siswa. Jadi, Masihkah kita minder dengan title calon guru? Msihkah kita tak bangga dengan kampus pendidikan?
                Lalu bagaimana kondisi pendidikan Indonesia saat ini? Indonesia sendiri diibaratkan laksana seseorang yang kehilangan kunci lantas mencarinya di luar rumah padahal kunci itu jatuh di dalam rumah, dengan alasan di luar terang sedang di dalam gelap. Negeri ini sibuk berkaca pada negri-negri tetangga padahal situasi dan kondisi negeri ini jauh berbeda dengan di luar sana. Salah satu Tag line IM adalah “jangan mengutuk kegelapan tapi nyalakanlah lilin”. Kondisi pendidikan saat ini memang tengah terpuruk ditambah lagi dengan adanya kebijakan-kebijakan yang justru menyalahi tujuan pendidikan, setidaknya kita jangan hanya memprotes tapi diiringi juga dengan aksi nyata untuk memajukan dunia pendidikan. Di daerah-daerah perbatasan sana, masih banyak anak-anak negeri  yang kesulitan mendapatkan hak pendidikan yang layak, salah satunya disebabkan oleh minimnya tenaga guru. Tak hanya di daerah-daerah terpencil saja, bahkan di perkotaan elit pun masih ada anak-anak yang tidak mendapatkan hak pendidikan secara optimal. Tidak jarang proses pembodohan terjadi di sekolah, saat guru tidak mengapresiasi pertanyaan siswa maka saat itulah secara tidak langsung guru telah menumpulkan kreatifitas siswa, padahal pertanyaan merupakan salah satu sarana mengasah kretifitas siswa.
Guru haruslah menjadi teladan, memotivasi dan menginspirasi bagi siswa. Teruslah bergerak, karena bergerak merupakan berkah. Asah terus kreatifitas kita sebagai guru agar mampu menjadi guru teladan yang dicintai anak didiknya. Guru juga harus memiliki wawasan yang luas dan peka terhadap kondisi sosial saat ini. Dengan bekal ilmu itulah ia mampu menjadi guru yang dinanti-nanti dan dirindukan oleh siswanya. Penanaman nilai-nilai kehidupan seperti cinta tanah air, perjuangan, dan kerja keras harus dimulai sejak dini, tetapi jangan mengajarkannya secara teoritis melainkan menginternalisasikannya dalam kehidupan. Dengan cara seperti ini diharapkan siswa mampu memiliki konsep hidup yang kuat. “Gantungkan cita-citamu setinggi bintang”, pepatah ini mungkin tak asing di telinga kita, juga menjadi tugas guru untuk menumbuhkan visi futuristic dalam diri siswa, agar ia menjadi pribadi yang optimis terhadap masa depan. Seyogyanya, setiap materi apapun yang diajarkan dapat dijadikan sarana untuk menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan. Jadi mulailah mendidik tak hanya mengajar.
Hal pertama yang sering terabaikan dalam proses belajar mengajar adalah S-U-A-S-A-N-A, ciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran. Situasikan siswa dalam kondisi yang enjoy dan siap untuk menerima input dari guru. Suasana diibaratkan seperti tanah, jika tanahnya subur maka tanamanpun akan tumbuh dengan baik, tetapi jika tanahnya tandus maka tanaman itu tidak dapat tumbuh dengan optimal. Tapi, jangan berbangga dulu jika anak didik kita hanya pintar secara kognitif. Tanda bahwa pendidikan telah berhasil yaitu apabila tercermin dalam diri siswa kepribadian yang bertakwa, matang, berilmu mutakhir, berwawasan kebangsaan, dan berwawasan global. Karena ilmu yang tinggi tanpa diimbangi dengan ketakwaan hanya akan melahirkan pribadi-pribadi yang eksis secara keakuan. Jika perlu diberlakukan reformasi pendidikan maka merujuklah pada UU sisdiknas.
Jika negeri arab punya Al Hasyimi sebagai bapak pendidikan, kita juga punya ki hajar dewantara. Beliau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, maka ia juga berarti memanusiakan bersama. Dalam proses pendidikan tak hanya siswa yang mendapatkan pelajaran, guru juga mendapatkan pelajaran yang berharga dari siswanya. Ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dalam proses pendidikan.
Sebobrok apapun kondisi negeri kita, kita tetap akan kembali ke sana, dan akan menjadi tugas kita untuk membangunnya. Menjadi Guru adalah panggilan hidup, yang jika kita menjalaninya dengan kesungguhan berarti kita telah ikut andil membangun negeri dan melunasi janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dedikasikan diri kita seutuhnya untuk dengan ikhlas mengabdikan diri pada siswa dan bangsa ini, guru bukan sekedar  profesi untuk mendapatkan keuntungan financial semata, karena ia adalah ibu untuk satu generasi dan mejadi benteng terakhir dalam memfilter input-input yang akan disampaikan pada siswa. Mulailah, bergeraklah, belajarlah, dan jadilah bagian dari pelaku perubahan. Sekecil apapun peran yang kita mainkan saat ini, niatkan untuk menggapai ridho-Nya. Tak ada pekerjaan yang sia-sia ketika kita mengerjakannya dengan penuh dedikasi, waktu kita menjadi kerugian jika melewatkan   kesempatan-kesempatan yang ada dan berhenti memperbaiki diri.
“Sibukkanlah  diri kita dengan apa yang bisa kita kerjakan, dan berhentilah mengeluhkan kekurangan dan keterbatasan kita”
“Jangan jadikan keterbatasan kita untuk mundur, tapi belajarlah dan jangan berhenti berjuang”
“Ikhlaslah, lihatlah keluar… dan 9S”
#SEMANGAT#
^_^