Guruku
tersayang
Guru
tercinta
Tanpamu apa
jadinya aku
Banyak lagu
yang didedikasikan untuk guru Tidaklah mengherankan, karena posisi guru yang
menggantikan orang tua di sekolah, bahkan tak jarang anak-anak lebih manut
nasehat gurunya daripada orang tuanya. Profesi guru memang bukan profesi yang
banyak memperoleh apresiasi di mata masyarakat. Orang tua mungkin akan lebih
senang jika anaknya menjadi dokter, pengusaha, atau insinyur dibandingkan
menjadi guru. Namun esensi hakiki dari profesi guru tidaklah semudah apa yang
dibayangkan, sekedar masuk ke kelas atau memberi materi pelajaran saja. Guru
adalah pendidik yang bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kehidupan di
sekolah. Layaknya orang tua tugas guru tak sekedar mentransfer ilmu yang
dimilikinya, tetapi juga memupuk nilai-nilai perjuangan, kerja, keras, dan
kehidupan yang nantinya akan mengakar kuat dalam diri siswa. Jadi, Masihkah kita
minder dengan title calon guru? Msihkah kita tak bangga dengan kampus
pendidikan?
Lalu
bagaimana kondisi pendidikan Indonesia saat ini? Indonesia sendiri diibaratkan
laksana seseorang yang kehilangan kunci lantas mencarinya di luar rumah padahal
kunci itu jatuh di dalam rumah, dengan alasan di luar terang sedang di dalam
gelap. Negeri ini sibuk berkaca pada negri-negri tetangga padahal situasi dan
kondisi negeri ini jauh berbeda dengan di luar sana. Salah satu Tag line IM
adalah “jangan mengutuk kegelapan tapi nyalakanlah lilin”. Kondisi pendidikan
saat ini memang tengah terpuruk ditambah lagi dengan adanya kebijakan-kebijakan
yang justru menyalahi tujuan pendidikan, setidaknya kita jangan hanya memprotes
tapi diiringi juga dengan aksi nyata untuk memajukan dunia pendidikan. Di
daerah-daerah perbatasan sana, masih banyak anak-anak negeri yang kesulitan mendapatkan hak pendidikan
yang layak, salah satunya disebabkan oleh minimnya tenaga guru. Tak hanya di
daerah-daerah terpencil saja, bahkan di perkotaan elit pun masih ada anak-anak
yang tidak mendapatkan hak pendidikan secara optimal. Tidak jarang proses
pembodohan terjadi di sekolah, saat guru tidak mengapresiasi pertanyaan siswa
maka saat itulah secara tidak langsung guru telah menumpulkan kreatifitas
siswa, padahal pertanyaan merupakan salah satu sarana mengasah kretifitas
siswa.
Guru haruslah
menjadi teladan, memotivasi dan menginspirasi bagi siswa. Teruslah bergerak,
karena bergerak merupakan berkah. Asah terus kreatifitas kita sebagai guru agar
mampu menjadi guru teladan yang dicintai anak didiknya. Guru juga harus memiliki
wawasan yang luas dan peka terhadap kondisi sosial saat ini. Dengan bekal ilmu
itulah ia mampu menjadi guru yang dinanti-nanti dan dirindukan oleh siswanya.
Penanaman nilai-nilai kehidupan seperti cinta tanah air, perjuangan, dan kerja
keras harus dimulai sejak dini, tetapi jangan mengajarkannya secara teoritis
melainkan menginternalisasikannya dalam kehidupan. Dengan cara seperti ini
diharapkan siswa mampu memiliki konsep hidup yang kuat. “Gantungkan cita-citamu
setinggi bintang”, pepatah ini mungkin tak asing di telinga kita, juga menjadi
tugas guru untuk menumbuhkan visi futuristic dalam diri siswa, agar ia
menjadi pribadi yang optimis terhadap masa depan. Seyogyanya, setiap materi
apapun yang diajarkan dapat dijadikan sarana untuk menginternalisasikan
nilai-nilai kehidupan. Jadi mulailah mendidik tak hanya mengajar.
Hal pertama
yang sering terabaikan dalam proses belajar mengajar adalah S-U-A-S-A-N-A,
ciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran. Situasikan siswa dalam
kondisi yang enjoy dan siap untuk menerima input dari guru. Suasana diibaratkan
seperti tanah, jika tanahnya subur maka tanamanpun akan tumbuh dengan baik,
tetapi jika tanahnya tandus maka tanaman itu tidak dapat tumbuh dengan optimal.
Tapi, jangan berbangga dulu jika anak didik kita hanya pintar secara kognitif.
Tanda bahwa pendidikan telah berhasil yaitu apabila tercermin dalam diri siswa
kepribadian yang bertakwa, matang, berilmu mutakhir, berwawasan kebangsaan, dan
berwawasan global. Karena ilmu yang tinggi
tanpa diimbangi dengan ketakwaan hanya akan melahirkan pribadi-pribadi yang eksis
secara keakuan. Jika perlu diberlakukan reformasi pendidikan maka merujuklah
pada UU sisdiknas.
Jika negeri
arab punya Al Hasyimi sebagai bapak pendidikan, kita juga punya ki hajar
dewantara. Beliau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan
manusia, maka ia juga berarti memanusiakan bersama. Dalam proses pendidikan tak
hanya siswa yang mendapatkan pelajaran, guru juga mendapatkan pelajaran yang
berharga dari siswanya. Ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara
siswa dengan guru dalam proses pendidikan.
Sebobrok
apapun kondisi negeri kita, kita tetap akan kembali ke sana, dan akan menjadi
tugas kita untuk membangunnya. Menjadi Guru adalah panggilan hidup, yang jika
kita menjalaninya dengan kesungguhan berarti kita telah ikut andil membangun
negeri dan melunasi janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dedikasikan diri kita seutuhnya untuk dengan
ikhlas mengabdikan diri pada siswa dan bangsa ini, guru bukan sekedar profesi untuk mendapatkan keuntungan
financial semata, karena ia adalah ibu untuk satu generasi dan mejadi benteng
terakhir dalam memfilter input-input yang akan disampaikan pada siswa.
Mulailah, bergeraklah, belajarlah, dan jadilah bagian dari pelaku perubahan.
Sekecil apapun peran yang kita mainkan saat ini, niatkan untuk menggapai
ridho-Nya. Tak ada pekerjaan yang sia-sia ketika kita mengerjakannya dengan
penuh dedikasi, waktu kita menjadi kerugian jika melewatkan kesempatan-kesempatan yang ada dan berhenti
memperbaiki diri.
“Sibukkanlah diri
kita dengan apa yang bisa kita kerjakan, dan berhentilah mengeluhkan kekurangan
dan keterbatasan kita”
“Jangan jadikan keterbatasan kita untuk mundur, tapi
belajarlah dan jangan berhenti berjuang”
“Ikhlaslah, lihatlah keluar… dan 9S”
#SEMANGAT#
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar