Selasa, 16 Juli 2013

The Contain of Speech

Monday night, July 15, 2013
Hari kedelapan di Pare

Agenda biasa setelah sholat tarawih adalah speech atau debate. Dan malam ini adalah waktunya speech. Tema yang dipilih adalah “the strength of playing game”. Banyaknya akses untuk bermain dengan gadget tidak menjadi alasan untuk membenarkan bentuk-bentuk permainan yang diperbolehkan bagi anak-anak. Ada banyak pilihan permainan yang dapat kita pilih bagi anak-anak selain bermain dengan komputer. Jaman dahulu mungkin dapat dengn mudah kita mainkan bermacam permainan dengan fasilitas yang disediakan alam. Sebagai contoh, saat kecil dulu aku hanya tinggal menggaris tanah dengan ranting dan sebuah batu, jadilah permainan yang mengasyikkan. Hanya tinggal mengambil dedaunan yang ada di sekitar halaman jadilah seorang koki profesional. Atau hanya berdiri di seberang lapangan meneriaki teman di ujung lapangan yang lain, menebak posisi batu yang tersembunyi dibalik teman-teman yang mengepalkan jari, itu semua sungguh permainan yang menyenangkan. Oh ya bahkan aku masih bermain miskin-kaya dengan anak-anak di TK KSPA atau bermain petak umpet dengan anak-anak comdev FBS. Sekelumit rekam yang ingin kuputar. Jika menurut para gamer main game membuat otak bertambah pintar, jadi ingat pernyataan Bu Wismi: saat kita sedang menatap layat komputer maka saraf otak yang menghubungkan dengan saraf belakang terputus, jika banyak saraf yang terputus maka poplasi myelin akan berkurang, maka tunggulah saatnya kekurangan otak (tidak persis seperti ini, tapi sepengertianku ya beginilah). Sedang dalam permainan tradisional kebanyakan dimainkan dengan fisik sehingga badan akan berkeringat dan bergerak, tentunya hal ini bangus untuk kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Jika beralasan main tradional melelahkan, tapi jika hasilnya justru menyehatkan menunjukkan proses bermain yang menyehatkan. Bandingkan dengan seseorang yang duduk anteng di depan computer, lupa makan, lupa mandi, lupa tugas-tugasnya. Ditambah lagi kebanyakan permainan tradional dimainkan secara bersama-sama, sehingga anak-anak akan belajar bekerja sama dan bersosialisasi dengan lingkungan sekiar. Jadi mana yang lebih baik permainan tradisional atau permainan modern dengan computer?


Tema kedua tentang “in relationship”. Rada ambigu sih judulnya. Kalau alasan pacaran sebagai motivasi, hehehe… alay banget rasanya. Motivasi terbesar selalu berasal dari diri kita sendiri. Cinta kita kepada Allah, kepada orang tua seharusnya dapat membentengi kita dari hubungan-hubungan yang bukan seharusnya. Well, Alhamdulillah sampai pada satu titik dalam tulisan Salim A. Fillah : orang yang pacaran setelah pernikahan dianalogikan sebagai seorang yang berpuasa menahan hawa nafsunya untuk berbuka di saat adzan maghrib. According to me we are in relation after akad, and before akad everything is nothing.

Senin, 15 Juli 2013

SPEECH

The theme tonight:
1. The strength of playing game
2. In relationship

What happen in this theme???
Wait.... I will explain in another time

but the one that I understand....
dengan memiliki pengaruh kita punya lebih banyak kekuatan+kesempatan lid dalalati 'ala khairin
Shoh???

Pare, July, 15th 2013

Jumat, 12 Juli 2013

HONESTLY IS GREAT

I follow a discussion that plays a documentary film about  student at elementary school named Abrary. At that moment  Abrary who was sitting in class 6 will face the national exam. But national exam not only to  exam for students, but especially for teachers and school element to not provide a cheat sheet for the students. Regardless of government policies that impose NATIONAL EXAM as graduation standard, where these policies, which inhibits the growth of a healthy character, ability injustice among the students in the various islands are influenced by the facilities and infrastructure available. Apart from the national exam that be a scary ghost for students, school as a most responsible  environment for the education of students while upholding the virtues that should be owned by students. One of the characters that must be grow up is honest, but the schools were giving the answers on students. Indirectly they have done mass lies. Give the answer key is not enough, they even make ​​an  agreement signed by each student which contains that they will not leak dishonest activities to anyone, even to their parents. In short, Abrar who feel uncomfortable with this secret finally tell this problem to his mother. Abrar parents confirm to the school and other parents about this. 

Unfortunately, Abrar and his mother are demands the honesty don’t get support but get a mock and isolated from the environment. Up to 3 years later name "Abrary" noted at the school and the environment as a "not solid" student, exactly not solid in disobedience. Though, what is Abrar’s reason  why he refuse dishonest activity is simple:

"If a lazy student get good grades, how will be Indonesia?"

Yes, if people who try and do not try  get the same appreciation, then what's the point of working hard?

Moreover when we give a cheat sheet indirectly we print the corruptor that justifies any manner to get what he wants. Therefore, we need to be very careful in educating children. Advising to do honesty but do not practice the  honesty in life it’s mean we are an exampling of dishonesty. Perhaps the reason to give  a cheat sheet is worry or pity, but like Mr. Anis Baswedan said: “If love wants make each other happy, save a children instantly mean drop them in the future”.


At the last, Prof. Arif Rachman often said, "Teachers are the last bastion in education". In my opinion, the teachers here are not only teachers in the school, but also parents play a role as a teacher. Parents are the most important teacher that not be prepared. So let's supply ourselves with noble moralities, including the nature of honesty. So that we are ready to be a role model for future generations for honest Indonesia and great Indonesia.

Saturday, 13th of July 2013
*dibuat untuk speech d 22nd EC
Pare-Kediri

maaf jika terjemahannya gak sesuai konteks ^_^

Sabtu, 06 Juli 2013

AYAH HAQIQI(*bljr menerjemah)

google's image

Seorang ayah pulang ke rumah seperti biasanya saat malam sudah larut, tiba-tiba dia mendengar suara tangisan yang berasal dari kamar anaknya, dia masuk kesana dengan perasaan cemas dan bertanya tentang penyebab tangis sang anak, anaknya menjawab dengan tersendat-sendat: tetangga kita (si fulan) telah meninggal dunia dan dia adalah kakek temanku, Ahmad. 

Dengan terkejut ayahnya berkata: apa? Si fulan meninggal? Lalu mengapa?  yang meninggal itu kan seorang kakek tua dan dia bukan seusiamu… lantas kau menangisinya seolah kau adalah anaknya, kau telah membuatku cemas anak bodoh…. Kukira telah terjadi bencana di rumah kita, jadi tangisan ini disebabkan oleh kakek tua itu, mungkin jika aku mati kau tidak akan menangisiku seperti ini!

Anak itu memandang wajah ayahnya dengan air mata yang tumpah di matanya seraya berkata: benar, aku tidak akan menangisimu seperti ini! Dia adalah orang yang mengajakku sholat subuh berjama’ah, dia adalah orang yang memperingatkanku akan jalan keburukan dan menunjukkanku pada jalan kebenaran dan taqwa, dia adalah orang yang memotivasiku untuk menghafal Al Qur’an dan membiasakan berdzikir

Sedangkan kau, apa yang kau lakukan untukku? Kau ayahku dalam nama, kau ayahku secara biologis, sedangkan dia telah menjadi ayah bagi jiwaku. Hari ini aku menangisinya, karena dialah ayah haqiqi, lalu anal itu terisak-isak dalam tangisnya.

Saat itulah, sang ayah menyadari kelalaiannya dan akibat dari perkataannya, maka menggigillah kulitnya dan air matanya mulai jatuh… lalu dia memeluk putranya dan sejak saat itu dia tidak pernah sekalipun meinggalkan sholat berjama’ah di masjid.

sumber : Qishoh wa Hikayah (المرجع: قصة وحكاي)
sedang belajar menerjemah
sangat diharapkan masukannya ^_^