Rabu, 26 September 2012

SEPOTONG HATI




Selalu ada mutiara-mitiara hikmah jika kita mau memperhatikan. Selalu ada berlian-berlian mahal jika kita mau mendengar. Selalu ada yang istimewa dari orang-orang biasa yang ada di sekeliling kita. Mereka itu bukanlah dia yang bercuap-cuap dengan janji-janji manis untuk perekonomian yang lebih baik. Bukan dia dengan senyum-senyum palsu diatas penderitaan rakyat. Ah… sungguh jauh rasanya aku berandai-andai. Tapi sobat, sekali-kali perhatikanlah teman dudukmu, kau akan temukan padanya keistimawaan yang luput dari matamu. Tahukah sobat tentang siapa aku bercerita saat ini? Tentang si lembut hati dan si pantang mundur.

Entah seperti apa rasanya memiliki hati selembut sutera. Karna aku bukanlah manusia yang mudah tersentuh hatinya. Bukan orang yang akan merasa sedih jika saudaranya bersedih, aku hanya akan bersedih jika aku bersedih. Egois memang. Tapi aku hanya tak tahu bagaimana bersedih untuk kesedihan orang lain, tak mengerti bagaimana berbahagia untuk kebahagiaan orang lain. Kembali pada si lembut hatinya. Dia menangis sobat. Kau tahu untuk apa? Untuk anak-anak didik yang ditunggunya. Untuk anak-anak didiknya yang tak kunjung datang ketika senja berhiaskan kelabu di ujung  langit. Untuk penantiannya yang sia-sia padahal dia sendiri tengah disibukkan dengan kewajibannya. Tapi bukan untuk waktunya yang terbuang sia-sia dia menangis, tapi kesedihan karena anak-anak didiknya tak akan tertawa-tawa bersama-sama senja itu, karena kekhawatirannya pada semangat anak didiknya. Lalu aku? Aku hanya termangu dan berfikir alangkah tidak menghargainya mereka pada waktu yang diluangkan untuk mereka. Padahal saat itu aku tak disibukkan dengan sesuatu apapun. Ada satu hal yang ku khawatirkan, jangan-jangan mereka tak datang hari itu karena aku? Mungkinkah? Atau mungkin mereka merasakan kekerasan hatiku? Mereka mengenaliku bahkan ketika aku memasang topeng ketulusan dihadapan mereka. 

Ya Muqollibuk Qulub Althof Qulubi bimahabbatik… amin.

Si lembut hati yang lain,
Dia : beasiswanya gak keluar?
Aku : keluar, kata siapa?
Dia : Ya Allah seneng banget, katanya kirain gak keluar
Aku pikir untuk apa dia berbahagia untuk kebahagiaanku dan bersedih untuk ketidakberuntunganku? Mungkin itulah yang dinamakan si lembut hatinya, merasakan apa yang saudaranya rasakan. Sekali lagi rasanya, perasaan tak peduli itu menamparku. Kenapa ada yang peduli padaku sedang aku tak merasa harus memerdulikannya?

Althif qulubi binurika Ya Allah……
2011-11-01

Sabtu, 22 September 2012

Menunggu hujan


Menunggu hujan. Menanti-nanti suara hujan. Berharap ia rela  singgah menemani keheningan malam ini. Berharap hujan mau mendengar kesedihanku, memohon ia mau menghapus kekecewaanku. Kutunggu ia hadir menyapa genting yang berlumut, singgah di jalan tandus beraspal. Atau menegtuk-ngetuk jendela kamarku. Ah, kulupa… hujan tak kan mampu menggapai jendela kamarku.
 Aku tetap menunggunya. Bernafas lega ketika akhirnya ia benar-benar mendengar panggilanku. Hei hujan relakah engkau berbagi waktu denganku. Turunlah untuk menggantikan air mata yang tak kunjung jatuh. Meleburlah dalam celah tanah untuk mengikis habis kekecewaanku. Kau tahu, ternyata mereka mampu, mereka yang selama ini ku kagumi, ku pandang hebat dari segala arah. Ternyata bisa menggores luka di hatiku. Orang-orang yang kuanggap paling hebat, ternyata mampu membuatku kalut malam ini. Aku dikecewakan. Itu sederhananya.  Dan aku harus bersedih untuk kekecewaan ini pikirku. 
Aku memang selalu menjadi bayangan, tak pernah benar-benar ada, untuk tidak menyebutku benar-benar tak berguna. Ku kira bayanganku mulai terlihat. Ternyata aku salah, seseorang dengan bayangan tetap saja hanya terhitung satu orang bukan? Ingin ku marah, berteriak di hadapan mereka misalnya, tapi aku tak bisa. Entahlah, mungkin karena aku takut, merasa tak punya hak, atau aku kadung terlalu me-maha-kan mereka. Aku ingin bersikap biasa, seolah tak ada apapun.
 Tapi hati kecil ini terus merongrong, ia tak mau terima atas perlakuan ini. Terimakasih untuk singgahmu malam ini hujan. Ku harap kau membawa pergi kisahku dengan kemarahan serta kekecewaan yang mengisinya. Aku tahu, esok pagi akan menyapa. Kuharap kau tak meninggalkan sedikitpun kisahku malam ini. Biarkan aku menghirup udara baru  esok pagi, yang penuh cinta dan segudang pengertian. Berkunjunglah dengan kisah malam ini saat hatiku mulai hangat dengan kebaikan mereka, agar aku bisa tertawa dengan kekonyolanku malamini. Walau bagaimanapun,   mereka tetap teropongku, teropong yang Sang Pencipta berikan agar aku bisa melihat senyum dunia. Kumohon jangan hinggapi tidurku dengan kekecewaan ini. 

*hari ini merasa konyol dengan tulisan ini :D

Nasehat Pemain Gitar


Petang kemarin, dalam perjalanan pulang menaiki  metro mini 53 jurusan kampung rambutan kampong melayu. Seorang lelaki bersenjatakan gitar bersiap menunjukkan aksinya di dalam metro mini sesak penumpang. Tak lama berselang beberapa anak sekolah juga ikut memenuhi space bus yang tak terlalu luas.

 Sekitar 3 lagu dia dendangkan sembari memetik gitarnya. Lagu keduanya yang berjudul “give thanks to Allah” dia tutup dengan kalimat “give thanks to Allah, yang artinya jangan tawuran ya dek, nanti diomelin, rugi sendiri”. Tak pelak kalimatnya ini mengundang tawa, apalagi anak sekolah yang merasa menjadi objek sorotan. Kulihat seorang anak lelaki bercelana biru menahan tawa lantas berbisik pada teman sebelahnya mendengar kesimpulan si abang bergitar. ^_^

Kesimpulan ini tidak salah bukan? Tidak merusak diri sendiri, tidak merusak lingkungan, tidak menyakiti orang lain (tawuran) juga sebuah bentuk syukur kita atas nikmat yang telah Allah karuniakan.


Siapa sangka jika nasehat sederhana si abang pengamen ini lebih membekas daripada nasehat guru atau orangtua mereka “Kalau ada yang tawuran nanti saya laporkan kepala sekolah” atau “kalau berani tawuran nanti mama gak kasih uang jajan”. 

Selain nasehatnya yang menggelitik ini, si abang yang tengah konser dalam bus kota juga memiliki sikap yang patut diteladani. Tak peduli dengan wajah-wajah kusut masai di sore hari, penuh dengan seabrek masalah, dia masih dengan coolnya melantunkan lagu yang diselingi dengan candaan, mempersilahkan para penumpang naik-turun-duduk dengan senyum dua senti-nya di tengah-tengah lagu, dan tak memaksa apalagi mengancam penumpang untuk memberinya uang.

Sore ini bertemu orang luar biasa. Mungkin dia tidak seberuntung mereka  yang bisa mengenyam bangku kuliah. Tetapi semangatnya untuk memberikan kebermanfaatan tak terbatas oleh alasan akademik. Kupikir kita harus malu dan berpikir. Masih hangat diberitakan korban meninggal atapun luka-luka akibat tawuran antar mahasiswa. Lihatlah si terdidik ini, apa yang dia contohkan pada adik-adiknya? Bukan tidak mungkin dibalik tawuran anak-anak berseragam biru-abuabu itu ada peran kita juga yang telah mencontohkannya.

Gelar sepanjang apapun tak menjadi jaminan akan kehebatannya terhadap pemahaman kehidupan. Untuk itu belajarlah dari manapun, dari siapapun.
انظر ما قال ولا تنظر من قال
Lihatlah pada apa yang dikatakannya bukan pada siapa yang mengatakannya
Karena ibadah itu luas
Karena dakwah tak terbatas dimensi ruang dan waktu

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

Jumat, 21 September 2012

Aku

semakin sering dibicarakan
semakin banyak orang yang tahu
semoga semakin  bertambah orang yang mendoakan

Ya Sami'ud du'a ...
istajid du'ana

Selasa, 18 September 2012

waktu yang tak banyak

Bismillah

diantara sekian detik yang terbuang percuma
habis mengutuki kelemahan sendiri
apakah kau tak belajar?
daun-daun itu... tunas menghijau, berkembang, menguning, meranggas berubah coklat dan jatuh berguguran. Lalu kembali ke fase awalnya... tunas menghijau
berapa ratus kali kau menyaksikannya, setiap melewati jembatan pembelah jalan
Demi masa
Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian

waktu ini teramat singkat

terus belajar dan memperbaiki diri