Bismillahirrohmaanirrohim
Ini sudah kali keempat saya dan my couple pergi ke mall. Bukannya tukang belanja atau bagaimana, tapi memang mall itu hanya sepelemparan batu dengan asrama kami. Selain itu juga karena pasar tradisional tidak dapat ditempuh dengan berjalan kaki adapun toko kelontong tak kutemukan sejak pertama kali disini. Jadilah jika ada kebutuhan yang ingin saya beli, saya akan bertolak ke carrefour yang berada di dalam Landmark mall. Selama berputar-putar di dalam carrefour dan memotret Thoriqotu tahdhir yang digunakan dalam kemasan barang-barang dalam bahasa arab. Kami bertemu dengan seorang wanita berabaya hitam tengah mendorong trolley belanjaan. Saat kita berjalan-jalan di mall, kita tidak akan asing dengan wajah-wajah asia yang berseliweran. Mayoritas mereka adalah pekerja ataupun tenaga kerja yang dipekerjakan di rumah. Beberapa kali saya sempat tertipu dengan wajah-wajah asia yang saya temui, saya kira mereka orang Indonesia namun ternyata bukan. Oleh sebab itu sya tidak tertarik untuk menyapa wanita paruh usia tadi, dia bisa berasal dari malaysia, vietnam, atau thailand. Namun ternyata yang satu ini adalah orang Indonesia. Kesan pertama saya saat melihatnya, hmpt... sulit untuk dijelaskan. Tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya, mungkin pekerjaannya seharian ini sudah menenggelamkan senyum di wajahnya. Bola matanya terlihat kemerahan, pasalnya keluarganya di Indonesia tengah tertimpa musibah. Pertanyaan yang ia lontarkan pada kami adalah "Gimana majikannya? Baik?". Bukan salahnya jika menyamaratakan wajah Indonesia yang ditemuinya. Bukan pertanyaannya yang membuatku terhenyak, namun karena ini kali pertama saya bertemu dengan tenaga kerja Indonesia di negeri kaya minyak ini. Bertemu secara tak sengaja dengannya saat ia tengah "bertugas" tanpa didampingi majikannya. Setahun sudah ia mencari penghidupan di negri orang. Selama itu pula ia telah tiga kali berganti majikan, mulai dari majikan yang kurang baik hingga alhamdulillah saat ini ia memiliki majikan yang baik. Namun begitu menurutnya disini jauh lebih baik dalam kategori "produktif" daripada di Indonesia. Dalam pertemuan singkat itu ia mansehati kami untuk senantiasa bersabar kala merantau di negeri orang.
Saya jadi teringat dengan film "Tanah surga, katanya..." garapan Dedy Mizwar.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Jauh dari tanah kelahiran saja sudah amat sulit, ditambah lagi dengan ketidaktentuan nasib yang akan dijalani. Akan baik-kah majikan yang ditemui atau sebaliknya? Menjadi TKW tentunya bukan pilihan yang menyenangkan. Tetapi Ibu ini toh lebih memilih disini dibanding negaranya sendiri. Disini dia dapat mengirim uang untuk keluarganya di kampung halaman, katanya. "Kalian tidak akan tahu Indonesia jika belum keluar pulau jawa" begitu ucap salah seorang pengajar muda yang saya temui. Tanah ini, Indonesia ini, yang amat kaya hasil alamnya nyatanya belum mampu menghidupi rakyatnya sendiri, hingga "sangat perlu" mengirim tenaga kerja ke luar negeri guna menambah devisa negara. Padahal nama-nama mereka akan terlupakan, tanpa jasa. Entah karena sebab apa, tetapi memperkaya diri sendiri dan mengorbankan jiwa saudara setanah air bukanlah watak orang Indonesia yang katanya ramah tamah. Bukan pula pribadi seorang muslim di negara mayoritas pemeluk Islam. Salah seorang teman saya sempat berpesan untuk mencitrakan yang baik-baik saja tentang orang Indonesia, yang sopan, ramah-tamah, rajin menabung.. eh... hehe, tentu. Meskipun muka ke-indonesia-an disini lebih dikenal sebagai muka pekerja saya selalu bangga dengan Indonesia yang melahirkan saya. Lagipula menjadi pekerja menunjukkan betapa bekerja kerasnya kita ini. Pe-er kita akan sangat banyak. Bismillah... semoga pertemuan ini dapat menjadi motivasi bagi saya selama belajar di perantauan ini. Aamiin.
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri ku jalani
Yang masyur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
(Meskipun lagu ini belum cocok untuk saya, saya harap dapat menjadi pengingat untuk berkontribusi nyata untuk Indonesia)
Doha, 13.05
Ini sudah kali keempat saya dan my couple pergi ke mall. Bukannya tukang belanja atau bagaimana, tapi memang mall itu hanya sepelemparan batu dengan asrama kami. Selain itu juga karena pasar tradisional tidak dapat ditempuh dengan berjalan kaki adapun toko kelontong tak kutemukan sejak pertama kali disini. Jadilah jika ada kebutuhan yang ingin saya beli, saya akan bertolak ke carrefour yang berada di dalam Landmark mall. Selama berputar-putar di dalam carrefour dan memotret Thoriqotu tahdhir yang digunakan dalam kemasan barang-barang dalam bahasa arab. Kami bertemu dengan seorang wanita berabaya hitam tengah mendorong trolley belanjaan. Saat kita berjalan-jalan di mall, kita tidak akan asing dengan wajah-wajah asia yang berseliweran. Mayoritas mereka adalah pekerja ataupun tenaga kerja yang dipekerjakan di rumah. Beberapa kali saya sempat tertipu dengan wajah-wajah asia yang saya temui, saya kira mereka orang Indonesia namun ternyata bukan. Oleh sebab itu sya tidak tertarik untuk menyapa wanita paruh usia tadi, dia bisa berasal dari malaysia, vietnam, atau thailand. Namun ternyata yang satu ini adalah orang Indonesia. Kesan pertama saya saat melihatnya, hmpt... sulit untuk dijelaskan. Tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya, mungkin pekerjaannya seharian ini sudah menenggelamkan senyum di wajahnya. Bola matanya terlihat kemerahan, pasalnya keluarganya di Indonesia tengah tertimpa musibah. Pertanyaan yang ia lontarkan pada kami adalah "Gimana majikannya? Baik?". Bukan salahnya jika menyamaratakan wajah Indonesia yang ditemuinya. Bukan pertanyaannya yang membuatku terhenyak, namun karena ini kali pertama saya bertemu dengan tenaga kerja Indonesia di negeri kaya minyak ini. Bertemu secara tak sengaja dengannya saat ia tengah "bertugas" tanpa didampingi majikannya. Setahun sudah ia mencari penghidupan di negri orang. Selama itu pula ia telah tiga kali berganti majikan, mulai dari majikan yang kurang baik hingga alhamdulillah saat ini ia memiliki majikan yang baik. Namun begitu menurutnya disini jauh lebih baik dalam kategori "produktif" daripada di Indonesia. Dalam pertemuan singkat itu ia mansehati kami untuk senantiasa bersabar kala merantau di negeri orang.
Saya jadi teringat dengan film "Tanah surga, katanya..." garapan Dedy Mizwar.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Jauh dari tanah kelahiran saja sudah amat sulit, ditambah lagi dengan ketidaktentuan nasib yang akan dijalani. Akan baik-kah majikan yang ditemui atau sebaliknya? Menjadi TKW tentunya bukan pilihan yang menyenangkan. Tetapi Ibu ini toh lebih memilih disini dibanding negaranya sendiri. Disini dia dapat mengirim uang untuk keluarganya di kampung halaman, katanya. "Kalian tidak akan tahu Indonesia jika belum keluar pulau jawa" begitu ucap salah seorang pengajar muda yang saya temui. Tanah ini, Indonesia ini, yang amat kaya hasil alamnya nyatanya belum mampu menghidupi rakyatnya sendiri, hingga "sangat perlu" mengirim tenaga kerja ke luar negeri guna menambah devisa negara. Padahal nama-nama mereka akan terlupakan, tanpa jasa. Entah karena sebab apa, tetapi memperkaya diri sendiri dan mengorbankan jiwa saudara setanah air bukanlah watak orang Indonesia yang katanya ramah tamah. Bukan pula pribadi seorang muslim di negara mayoritas pemeluk Islam. Salah seorang teman saya sempat berpesan untuk mencitrakan yang baik-baik saja tentang orang Indonesia, yang sopan, ramah-tamah, rajin menabung.. eh... hehe, tentu. Meskipun muka ke-indonesia-an disini lebih dikenal sebagai muka pekerja saya selalu bangga dengan Indonesia yang melahirkan saya. Lagipula menjadi pekerja menunjukkan betapa bekerja kerasnya kita ini. Pe-er kita akan sangat banyak. Bismillah... semoga pertemuan ini dapat menjadi motivasi bagi saya selama belajar di perantauan ini. Aamiin.
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri ku jalani
Yang masyur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
(Meskipun lagu ini belum cocok untuk saya, saya harap dapat menjadi pengingat untuk berkontribusi nyata untuk Indonesia)
Doha, 13.05
ka euis, subhanallah. nila baru buka blog dan cerita ka euis asli luar biasa! kaka, salam buat gurun dan udara disana yah :D
BalasHapus:D
BalasHapusgurun dan udara titip salam balik