Januari Jerami. Itu namanya,
lahir di bulan januari. Namun aku tak menemukan makna pada jerami, kupikir
mungkin dia lahir tepat diatas tumpukan jerami. Asumsi yang musykil.
Kalau begitu namaku pasti Mei,
lahir di bulan mei. Ibuku melahirkan di klinik Bu Bidan. Kupikir namaku akan
sangat tidak enak didengar. “Mei Bidan”. Beruntung nama ini tak benar-benar
dipatenkan hak milikku.
Setiap kelahiran menyimpan
ceritanya masing-masing. Ceritaku, jum’at subuh pukul 3 pagi di klinik yang
sekaligus merangkap rumah Bu Bidan, tak jauh dari rumah Ummi-Nenek. Aku tak
tahu seberapa berat dan susahnya perjuanganmu memperjuangkan si sulung ini. Cerita-cerita
yang terulang seperti rekaman kaset selalu keluar dari mulutmu.
“Kau tahu Nak, kau tidak
menangis saat keluar dari rahim Ibu.” Entah mengapa Bu Aku tidak menangis,
mungkin saat itu kau telah banyak bercerita tentang dunia yang akan segera
kutapaki, mungkin juga aku terlalu terkejut dengan atmosfer baru yang
tiba-tiba. “Sehingga tak satu katapun keluar dari lisanku. Nenekmu yang
menunggu di luar ruangan hanya mampu menghela nafas panjang, tak terdengar
suara tangis bayi, mungkin belum waktunya makhluk kecil ini menatap dunia.” Namun,
abracadabra… makhluk kecil itu mampu bertahan tanpa tangis.
“Dulu Kau hanya sebesar botol
kecap. Bu Bidan selalu mengingatmu sebagai Si botol.” Nampaknya Aku amat
kecil Bu, hingga julukan itu terus melekat. Aku ingat Uak yang selalu
menggodaku sewaktu kecil, “Ada anak yang lahir cuma sebesar botol….” Lelucon itu
tentu Aku, Si Botol.
Tak seperti kebanyakan keluarga
dengan bayi baru lahir yang gaduh dengan suara tangis. Rumah kita justru amat
tenang, tak ada tangis lapar atau popok yang basah. Aku begitu amat pendiam. Tidur-tiduran
sepanjang hari. Kau pikir Aku bisu, mungkin juga tuli. Malangnya, si Botol yang
bisu. Kendati begitu, tak sedetikpun Kau
mengeluh. Tetap menyanyikanku Nina bobo, memberiku asi setiap 2-3 jam
sekali sebelum aku rewel meminta. Aku memang tak meminta, nampaknya Aku terlalu
terlena dalam tidur panjangku. Malam hari Kau tetap terjaga, berjaga-jaga
khawatir Aku kelaparan dalam tidur. Sebuah keajaiban datang. Sekitar 36 jam
sejak kelahiranku keluarlah satu suara dari mulutku. “Eu”. Hanya itu,
selanjutnya Aku tetap asyik masyuk dalam tidurku. Mungkin karena itulah namaku
dimulai dari dua vocal itu. Aku tak sempat bertanya tentang asal muasal namaku
yang amat nyunda itu.
Aku amat merindukan cerita itu,
Bu. Si Botol di bulan Mei yang berdekatan dengan Idul Fitri. Aku selalu ingin
mendengarnya lagi dan lagi. Aku selalu ingin mendengar ceritamu, Bu. Bisakah kau
ceritakan lagi padaku?
Peluk cium anakmu
Ibuku tersayang
Yang disayangi Allah
ربي اغفر والدتي وارحمها كما ربّتني صغيرا
وامكنها في أحسن المكان عندك
Tidak ada komentar:
Posting Komentar