Rabu, 10 Oktober 2012

Dwilogi Padang Bulan


Berani
Dalam sembarang waktu dan ruang
Tela disediakan untukmu
Medan untuk berperang
Beranikah engkau menghunus pedang?
Inilah kisah tentang si legenda, Marymah binti Zamzami (Maryamah Karpov). Seorang perempuan di tengah masyarakat patriarchal pendulang timah. Profesi pendulang timah yang tadinya hanya dikerjakan oleh kaum lelaki harus ia geluti sejak usia 14 tahun. Sepeninggal Ayahnya, ialah yang menjadi tulang punggung keluarga menghidupi tiga adik serta Ibundanya. Kendati tanggung jawab ini tak pantas dipikul oleh gadis yang belum tamat SD, namun ia tetap menjalaninya dengan penuh semangat. Ia pula yang menyekolahkan adik-adiknya.
Tahun demi tahun ia lewati dalam kubangan lumpur yang menyembunyikan remah-remah timah yang tersisa, namun ada satu mata pelajaran yang sangat ia cintai sejak kecil. Father, mother, son, daughter. Ya, kecintaannya terhadap Bahasa Asing ini tak lekang dimakan waktu. Jadilah saat sebuah lembaga kursus dibuka di Tanjung Pandan ia mendaftar untuk belajar disana. Awalnya kepala sekolah sempat ragu, namun siapa siangka ia menjadi salah satu luusan terbaik. Belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seorang yang bukan penakut.
Dalam masyarakat Belitong yang mayoritas bermatapencaharian sebagai pendulang timah, ada satu tempat yang tak boleh terlewatkan setiap harinya. Kedai kopi atau warung kopi menjadi tempat membuminya pada pribumi disana. Jika seseorang pergi ke warung kopi, maka ia tidak semata-mata bermeksud untuk menghilangkan haus tenggorokan. Namun kedai kopi adalah juga tempat untuk menghilangkan haus bicara. Ibarat gedung kuya para wakil rakyat di Jakarta, kedai kopi adalah juga gedung kuya bagi para pendulang timah Belitung. Mereka menyuarakan kritik serta aspirasi mereka terhadap pemerintah ataupun kehidupan mereka disana. Sayangnya, suara-suara itu hanya bagai gaung di tengah gulita, tak pernah sampai ke telinga para pemegang tonggak pemerintah. Kopi adalah cerminan dari karakter serta kondisi seseorang. Itulah hasil dari penelitian yang dilakukan Ikal selama bekerja di warung kopi.
Selain kopi, catur menjadi satu trend yang tak boleh dilewatkan. Pertandingan catur digelar di warung-warung kopi menjelang 17 Agustus. Lagi, seorang wanita pendulang timah ingin mengalahkan mantan suaminya yang 2 tahun lalu menyabet juara umum kejuaran catur. Dia bahkan mengatakannya saat tak satupun pion catur yang ia kenal. Dialah pembelajar sejati yang tidak pernah gamang untuk belajar dan menantang ketidakmungkinan. Berlatih-kalah-berlatih-kalah menjadi siklus yang tak berkesudahan selama 500 kali. Namun, pada kali yang ke-600 sekian, keuletan melahirkan wajah aslinya.  Jadilah ia seorang pecatur perempuan pertama di Belitung. Pencapaian seorang Maryamah menjadi titik kulminasi dari kesempatan-kesempatan perempuan lainnya di bidang catur.
Dwilogi “Padang Bulan-Cinta dalam gelas” adalah lukisan dari kultur masyarakat Belitung pada masanya. Penggunaan diksi serta pengilustrasian masyarakat Melayu menjadikan buku ini sangat hidup. Selain cerita tentang sang Legenda, dituturkan pula tentang banyaknya orang-orang eksentrik disana, mereka antara lain adalah: A Ling si pecinta punai, Zinar-target salah cemburu, detektif M.Nur-sahabat sekaligus pelatih merpati pos andal, Paman yang paradoks- bersikap amat lembut dengan keluarga namun bisa berubah drastis  saat menemukan kesalahan di warung kopi, Ikal bersama kumpulan bujang lapuknya, Alvin the Chipmunk- keponakan penggila catur dan permen cicak, Lintang- masih dengan tatapan “secepat apa engkau berlari kawan?”, dan tokoh-tokoh eksentrik lain yang tak bisa kuingat namanya dengan baik.
Selamat membaca J

1 komentar: