Berani
Dalam sembarang waktu dan ruang
Tela disediakan untukmu
Medan untuk berperang
Beranikah engkau menghunus pedang?
Inilah kisah tentang si legenda, Marymah binti Zamzami (Maryamah
Karpov). Seorang perempuan di tengah masyarakat patriarchal pendulang
timah. Profesi pendulang timah yang tadinya hanya dikerjakan oleh kaum lelaki
harus ia geluti sejak usia 14 tahun. Sepeninggal Ayahnya, ialah yang menjadi
tulang punggung keluarga menghidupi tiga adik serta Ibundanya. Kendati tanggung
jawab ini tak pantas dipikul oleh gadis yang belum tamat SD, namun ia tetap
menjalaninya dengan penuh semangat. Ia pula yang menyekolahkan adik-adiknya.
Tahun demi tahun ia lewati dalam kubangan lumpur yang menyembunyikan
remah-remah timah yang tersisa, namun ada satu mata pelajaran yang sangat ia
cintai sejak kecil. Father, mother, son, daughter. Ya, kecintaannya
terhadap Bahasa Asing ini tak lekang dimakan waktu. Jadilah saat sebuah lembaga
kursus dibuka di Tanjung Pandan ia mendaftar untuk belajar disana. Awalnya
kepala sekolah sempat ragu, namun siapa siangka ia menjadi salah satu luusan
terbaik. Belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan; bahwa
ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah
ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seorang yang bukan
penakut.
Dalam masyarakat Belitong yang mayoritas bermatapencaharian sebagai
pendulang timah, ada satu tempat yang tak boleh terlewatkan setiap harinya. Kedai
kopi atau warung kopi menjadi tempat membuminya pada pribumi disana. Jika
seseorang pergi ke warung kopi, maka ia tidak semata-mata bermeksud untuk
menghilangkan haus tenggorokan. Namun kedai kopi adalah juga tempat untuk
menghilangkan haus bicara. Ibarat gedung kuya para wakil rakyat di
Jakarta, kedai kopi adalah juga gedung kuya bagi para pendulang timah
Belitung. Mereka menyuarakan kritik serta aspirasi mereka terhadap pemerintah
ataupun kehidupan mereka disana. Sayangnya, suara-suara itu hanya bagai gaung
di tengah gulita, tak pernah sampai ke telinga para pemegang tonggak
pemerintah. Kopi adalah cerminan dari karakter serta kondisi seseorang. Itulah
hasil dari penelitian yang dilakukan Ikal selama bekerja di warung kopi.
Selain kopi, catur menjadi satu trend yang tak boleh
dilewatkan. Pertandingan catur digelar di warung-warung kopi menjelang 17
Agustus. Lagi, seorang wanita pendulang timah ingin mengalahkan mantan suaminya
yang 2 tahun lalu menyabet juara umum kejuaran catur. Dia bahkan mengatakannya
saat tak satupun pion catur yang ia kenal. Dialah pembelajar sejati yang tidak
pernah gamang untuk belajar dan menantang ketidakmungkinan.
Berlatih-kalah-berlatih-kalah menjadi siklus yang tak berkesudahan selama 500
kali. Namun, pada kali yang ke-600 sekian, keuletan melahirkan wajah
aslinya. Jadilah ia seorang pecatur
perempuan pertama di Belitung. Pencapaian seorang Maryamah menjadi titik
kulminasi dari kesempatan-kesempatan perempuan lainnya di bidang catur.
Dwilogi “Padang Bulan-Cinta dalam gelas” adalah lukisan dari kultur
masyarakat Belitung pada masanya. Penggunaan diksi serta pengilustrasian
masyarakat Melayu menjadikan buku ini sangat hidup. Selain cerita tentang sang
Legenda, dituturkan pula tentang banyaknya orang-orang eksentrik disana, mereka
antara lain adalah: A Ling si pecinta punai, Zinar-target salah cemburu,
detektif M.Nur-sahabat sekaligus pelatih merpati pos andal, Paman yang
paradoks- bersikap amat lembut dengan keluarga namun bisa berubah drastis saat menemukan kesalahan di warung kopi, Ikal
bersama kumpulan bujang lapuknya, Alvin the Chipmunk- keponakan penggila catur
dan permen cicak, Lintang- masih dengan tatapan “secepat apa engkau berlari
kawan?”, dan tokoh-tokoh eksentrik lain yang tak bisa kuingat namanya dengan
baik.
Selamat membaca J
wwwaaaaaw :D
BalasHapus