Minggu, 02 Februari 2014

Untukmu Dik

Untukmu Dik
Yang tak banyak mencicipi asam garam tinggal disana
Atau yang tak terlahir disana
Namun ayah bundamu berasal dari sana

Untukmu Dik
Yang mulai tak bangga dengan gurat wajahmu yang ke-indonesia-an
Atau mulai berkecil hati karena warna kulitmu sawo matang
Mungkin karena acap kali kau dengar kabar dari negeri itu tak membanggakan

Untukmu Dik
Yang bertanya hal apa yang bisa dibanggakan dari Indonesia?
Apalagi yang bisa dibanggakan dari tanah khatulistiwa itu selain korupsi, bencana alam, dan kemiskinannya?
Ada lagi yang hendak kau tanya Dik?

Benar. Banyak tindak korupsi disana. Mulai dari menteri, ketua hakim, petinggi partai, ketua RT, karyawan swasta, bahkan "ulama". Pahit memang kenyataan itu Dik. Namun jangan kau lupa, selain mereka masih banyak menteri yang menunaikan amanahnya, hakim yang berlaku adil, politikus yang bijaksana, guru yang sederhana, atau pedagang yang jujur. Orang-orang jujur itu masih ada Dik.

Benar. Banjir mengepung kepulauan Indonesia, menenggelamkan ratusan ladang dan ribuan rumah. Salah siapa? Jangan kau tanyakan, kita sama-sama punya tanggung jawab terhadap alam. Ada saat ketika alam menumpahkan kemarahannya sendiri, maka jangan kau tambah marahnya dengan keluhmu.
Namun, tahukah kau Dik? Alam yang beramah tamah untuk menghibur kita sembari bertasbih menyebut asma Allah terbilang ribuan di negeri itu. Tahukah kau hal itu? Esok lusa, pulanglah kesana. Lalu naiklah ke puncak gunung, atau bermainlah dengan pasir pantai. Jika tidak sejenak duduklah di beranda rumah nenekmu, tatap lekat gemintang di langit atau sesekali dengarlah alunan curah air langit. Biarkan alam yang bercerita padamu.
Jika kau masih tak punya waktu. Buka laptopmu, tanyakan padanya apa yang dimiliki alam negara agraris itu.
Tahukah Dik, orang-orang melongo takjub dengan tujuh belas ribu pulau yang dimiliki nusantara, juga dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia.

Ah, terlalu naif. Alam bukan alasan yang kuat untuk mencintainya. Apa kau tak lihat kemiskinan negeri itu, tindak pendidikan yang rendah, ditambah SDM bermutu yang terusir dari negerinya sendiri? Lantas masa depan apa yang bisa dijanjikan negara maritim itu?

Kau benar Dik. Negeri itu miskin dengan sumber daya alam yang kaya raya. Kurang gizi, keterbelakangan, wabah penyakit, kekeringan, juga kejahatan banyak disana. Ah... namun Dik bukankah kau hanya akan merasa kekurangan jika ada yang merasa berlebih?

Syukurlah Dik, kau menyadari kebobrokan negeri kaya itu. Syukurlah Dik, karena dengannya kau seharusnya tahu apa yang harus dilakukan oleh orang yang berpengetahuan.
Satu lagi Dik, miskin-kaya, bagus-jelek, baik-buruk nilainya selalu relatif.

Dik, diantara orang-orang yang minim pendidikan di negeri itu, masih banyak orang-orang hanif dan jujur yang mengorbankan waktunya untuk mendidik anak-anak di kolong jembatan, masih banyak orang-orang yang membagi makanannya bersama penghuni jalanan.

Masih banyak mimpi di negeri itu, mimpi bocah-bocah yang tak seberuntung dirimu. Masih banyak orang-orang yang menyalakan lilin di tanah harapan itu.

Esok lusa bisa jadi kau berperan menyusun bata demi bata di negeri itu, jangan lupa suaramu hari ini, jadikan ia lecutan yang mendorongmu berpacu untuk mewujudkan harapan.
Esok lusa jika kau masih berkelana di negeri lain, tak masalah, bukan berarti kau tak bisa berkontribusi untuknya. Karena sejatinya hidup kita di dunia hanyalah sebagai pengembara di negeri asing, baik itu di tanah garuda atau di negeri yang lain. Kau masih punya kesempatan untuk menorehkan tinta emas baginya, membawa harum namanya di dunia.

Namun, hari ini, esok, atau lusa jangan pernah tak bangga menjadi seorang Indonesia. Tak peduli seribu alasan yang yang menghalangimu berbangga dengannya, buat beribu alasan agar kau bangga dengannya. Allah Paling Tahu mengapa kau dilahirkan sebagai seorang Indonesia bukannya Arabia, Amerika, Jepang, atau Australia.

Untukmu Dik
selalu ada selaksa cinta dari jamrud khatulistiwa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar