Karena
semua macam air itu, yang berperisa manis
warna-warni, yang berasa asin di samudera, yang terkubur dalam lapisan tanah,
yang mengalir jernih di kelokan hulu sungai adalah sama-sama tumpahan
“cumulunimbus”
Air (alma’u; al miyah) menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
benda cair yang biasanya terdapat di sungai, danau, laut, atau sumber lainnya.
Air dengan segala kandungan oksigen dan hydrogen di dalamnya sangatlah peka. Kristal air menjadi sangat indah jika dikatakan
kebaikan padanya, ungkap hasil penelitian Masaro Emoto.
Sebaliknya, ia akan menjadi buruk jika dikatan kata-kata yang buruk kepadanya.
Maka, tak heran kekasih kita, Rasulullah menyuruh kita mengucap basmallah dan
hamdalah ketika hendak atau setelah makan, mandi, mencuci, membangkitkan
energy, mengirigasi sawah, dan segala jenis kegiatan lain.
Salah satu keunikan air adalah sifatnya yang adaptif.
Molekul-molekul air dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan wadah yang
menampungnya. Jika kita menuangkan air dalam sebuah gelas maka air itu akan
mengikuti bentuk gelas, begitu juga jika kita meletakkannya dalam piring,
mangkok, atau wadah lainnya, air akan membentuk serupa wadah yang menampungnya.
Air yang mengalir adalah sunnatullah yang menakjubkan. Begitu
mudahnya ia mengalir hingga mencapai celah-celah yang sangat kecil. Saat milyaran kubik air
laut mengamuk mencapai daratan, tak terhitung berapa kerugian yang
diakibatkannya, bangunan-bangunan yang merata dengan tanah, tanaman yang
tercerabut dari akarnya, bahkan tak terhitung kerugian materi dan korban jiwa
yang direnggutnya. Pun ketika air hanya dengan lembut menyentuh chip komputer atau
adonan lelehan cokelat masak, system computer bisa konslet, cokelat cair juga
bisa tidak set saat dicetak.
Diluar dari segala peristiwa yang menyakitkan dengar air, yang
pastinya diakibatkan oleh tangan jahil manusia sendiri, air tetaplah sumber kehidupan.
“Dan dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (Al Anbiya’
30)
Sekitar 55-60%
tubuh manusia terdiri dari cairan. Dua pertiga permukaan bumi digulung air.
Buah tomat mengandung 95% air. Bahkan, jika manusia kehilangan 20% air tubuhnya
ia bisa meninggal.
Bertolak dari salah satu
keunikan air yang mudah berdaptasi, terdapat pelajaran yang dapat kita ambil
dari salah satu sifat air ini. Bagi sebagian orang yang dapat dengan mudah
membangun komunikasi secara interaktif, bukan perkara sulit berbaur dengan
lingkungan yang baru. Namun, bagi sebagian orang dengan kecerdasan
interpersonal yang rendah, masuk dalam lingkungan baru membutuhkan keberanian
yang besar untuk menjalin komunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan.
Seseorang dengan kemampuan
adaptasi yang rendah cenderung terkesan pendiam dan menutup diri. Ketika di
dalam dirinya dia tengah membangun keberanian untuk sekedar mengungkapkan
beberapa kata, kadang di luar, orang lain berasumsi bahwa dia adalah pribadi
yang introfent atau sombong. Ketidaksinkronan ini yang kadang menjurangi
komunikasi yang seharusnya terjalin. Diantara kedua pihak ini tentunya tidak
ada yang bisa dipersalahkan. Pihak luar yang menyimpulkan sifat sombong yang
dimiliki si “pendiam” adalah hasil kejujuran penglihatannya. Contohnya, ketika
dia mengajak bicara seseorang dengan panjang lebar, eh yang diajak bicara
(dengan kecerdasan interpersonal yang rendah) hanya menanggapi engan beberapa
kata saja. Atau ketika satu waktu kau bertemu dengan orang-orang baru, namun
orang yang kau temui enggan menyapa terlebih dahulu. Cap “sombong” tak jarang
melekat secara instan. Ini hanya sedikit fenomena yang ditemui, toh lebih
banyak orang-orang dengan pengertian yang tinggi terhadap pribadi yang kurang
adaptif.
Kali ini kita bicara dari sisi
orang yang sulit beradaptasi. Banyak penyebab yang melatarbelakangi sikap ini,
antara lain: pola asuh sejak kecil, rasa tidak percaya diri terhadap apa yang
dimiliki, rasa takut salah dan disalahkan, tidak ingin menjadi pusat perhatian,
merasa tidak ada yang bisa ditunjukkan, tidak kreatif, volume suara, kurangnya
pengetahuan. Pribadi dengan sifat ini menemukan kesulitan dalam menjaring
hubungan. Untuk itu perlu adanya kesadaran diri untuk memperbaiki sifat kurang
adaptifnya ini.
Orang yang kurang adaptif perlu
belajar dari air. Air yang dengan mudah menyesuaikan diri dengan tempat yang
menampungnya. Posisikan diri sebagai molekul-molekul air yang bergerak bebas
kesana-kemari menempati ruang yang dipenuhinya. Air dengan kemampuan adaptasi
yang tinggi dapat ditempatkan dengan mudah dimanapun, di dalam gelas, ember,
teko, tetapi dia tetap bernama air. cobalah untuk memulai terlebih dahulu,
kuatkan hati, kokohkan keberanian, hadapi semua ketakutan dan kekhawatiran, dan
bentengi dengan keyakinan. Diantara sekian banyak hal yang harus dimulai, ada
satu poin yang perlu digarisbawahi, yaitu: peuhi isi kepala dengan banyak
membaca dan bertukar pikiran. Mulailah berbicara dengan orang terdekat. Sedikit
demi sedikit kerja paksa itu pasti akan menelurkan hasilnya. Namun, satu hal
yang harus menyertai langkah kita adalah perbaiki intensitas hubungan kita
dengan Allah. Seperti mengutip tulisan Salim. A. Fillah, hubungan kita dengan
sesama manusia berbanding lurus dengan hubungan kita dengan Allah.
Jadikan diri sebagai pribadi
yang hangat dengan mampu beradaptasi dengan lingkungan. Tetapi ingat! Tetap
menjadi diri sendiri. Allah karuniakan pendengaran, penglihatan, dan akal budi
agar manusia memanfaatkan potensi dirinya untuk berkembang. Selamat
beradaptasi, selamat berkomunikasi.